Minggu, 12 Juni 2011

DPR : BI Rate Tetap 6,75% Bisa Dimaklumi

Jakarta (9/6) - Komisi XI DPR  menyambut baik keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%. “Saya kira bisa dimaklumi dan BI memang layak untuk berhati-hati dengan situasi makro kita saat ini. Meski tren inflasi headline terus menunjukkan penurunan pada Mei 2011 tercatat sebesar 5,98% (yoy), tetapi bulan-bulan inflasi sudah dimulai pada Mei ini meski relatif kecil 0,12%. Tetapi kedepan tekanannya secara siklus sudah memasuki bulan-bulan inflasi tinggi, Juli masa masuk sekolah, Agustus sudah Ramadhan dan berikutnya Idul Fitri. Memang harus hati-hati”Ungkap Anggota Komisi XI Kemal Aziz Stamboel, di Jakarta, Kamis (6/9)

Menurut Legislator yang berpengalaman sebagai Direktur PricewaterhouseCooper Consulting Indonesia selama lebih dari 25 tahun ini, kehati-hatian BI juga karena perhatiannya pada kelompok inflasi inti yang masih dalam tren meningkat, tercatat sebesar 4,64% (yoy) atau 0,27% (mtm) pada Mei 2011. “Ya, ini karena didorong oleh peningkatan harga komoditas global, meningkatnyadomestic demand, dan ekspektasi inflasi yang masih tinggi. Selain itu BI sepertinya masih mempertimbangkan kebijakanadministered prices Pemerintah terkait subsidi BBM dan listrik, yang kalau dieksekusi kedepan tentu akan berdampak signifikan”, tambahnya.

Menurut Anggota DPR dari Fraksi PKS ini, pemerintah dan Bank Sentral harus bekerja keras dan melakukan upaya antisipasi dini untuk mencapai target inflasi tahun 2011. Menurut Kemal, yang harus terus dimanage secara serius adalah inflasi pangan. Kenaikan harga pangan akan memberi pukulan yang signifikan bagi kelompok miskin karena pangan mendominasi pengeluaran orang miskin. Untuk itu, lanjut Kemal,  harus ada upaya serius memperbaiki manajemen stok dan distribusi pangan nasional dalam rangka stabilitas harga pangan sekaligus memperbaiki harga pembelian di tingkat petani. “Pemerintah perlu memperkuat program Raskin dalam rangka menjaga ketahanan pangan dengan cara meningkatkan cakupan dan besaran beras yang diberikan kepada keluarga miskin, dan memperbaiki manajemen Bulog. Selain itu infrastruktur domestic connectivity adalah mutlak”, jelasnya.

Dalam pandangan Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jabar XI ini, yang perlu diperhatikan lainya adalah tekanan nilai tukar. Dimana, pada bulan Mei 2011, nilai tukar Rupiah menguat ke level Rp 8.536 per dolar AS. Menurutnya, aliran masuk modal asing dan tren penguatan nilai tukar Rupiah memang bermanfaat untuk meredam tekanan inflasi, khususnya dari imported inflation, tetapi yang perlu diwaspadai adalah tekanan pada kinerja ekspor. Nilai tukar Rupiah harus dijaga dari penguatan yang terlalu berlebihan khususnya terkait kecenderungan deindustrialisasi yang meningkat pasca implementasi ACFTA sejak 1 Januari 2010 dan pengaruh kebijakan quantitative easing di Amerika Serikat. “Dibutuhkan fokus untuk menjaga stabilitas nilai tukar dalam rangka menjaga daya saing dan stabilitas perekonomian nasional”, tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar